Jumat, 08 Februari 2008
Neraka di Bukit Mangan
Kawasan hutan seluas ribuan hektar di sisi selatan kampung Serise danLuwuk atau sebelah barat kampung Lengko Lolok di Desa Satar Punda,Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai, NTT, telah berubah menjadihamparan lahan tandus. Bukit-bukit yang dulu ditutup hutan perawan, surgabagi aneka satwa liar dan sumber hidup bagi masyarakat pemangku hak adat,kini menjelma seperti neraka.****Awal masuk perusahaan tambang (1982) merupakan sebuah cerita gembira.Bagaimana tidak, perilaku alat berat (buldozer) yang mencomot batu danmenumbangkan pohon-pohon sebesar dua pelukan orang dewasa –pada masaperintisan jalan Reo-Serise-Luwuk itu- mengheboh di kalangan warga.Hiperbolis dan personifiksi yang mewarnai cerita seputar aksi alat beratitu membangkitkan gairah untuk menyaksikan sendiri. Tak sedikit wargakampung Luwuk, Lengko Lolok dan Serise meluangkan waktu menonton loder,buldozer dan jeep para insinyur.Perilaku dan cerita-cerita warga itu sebetulnya penada optimisme yangmerekah. Ada harapan akan sebuah perubahan terbentang di depan mata,harapan perubahan dari kondisi keterpurukan menjadi lebih baik. Harapanitu, misalnya, terungkap secara lugas oleh salah seorang tokoh adat LuwukRaymundus Ronta.“Kita relakan tanah kita dibikin jalan. Suatu saat kampung kita (Luwuk)akan maju dan kita ke Reo tentu tidak perlu jalan kaki,” kata tokoh adatyang kerap dipanggil lopo Ren (Rencana) itu. Maka dengan tulus Lopo Rensendiri, kala itu, menyediakan sebidang lahan gratis untuk barak parainsinyur dan karyawan perusahaan tambang.Harapan Lopo Ren khususnya atau warga Serise, Luwuk dan Lengko Lolokumunya suatu yang wajar, mengingat letak ketiga kampung ini cukup jauhdari pusat perbelanjaan, Reo. Untuk membeli kebutuhan sembako semisalkopi, gula, garam, masako atau minyak tanah, warga harus menempuh jalanlima hingga sembilan kilometer lewat jalan setapak. Begitu pun kalauhendak menjual hasil pertanian berupa kacang hijau, jagung, atau pisang.Ketika perusahaan tambang mengincar mangan dan membuka jalan dari satutitik ke titik lain, terbayang isolasi segera dibuka dan hasil pertaniansemisal kacang,jagung dan pisang mudah dipasarkan. Tidak hanya itu,kehadiran perusahaan pertambangan diyakini bakal membuka lapangan kerjadan menyerap ribuan tenaga kerja.Harapan di tahun 1980-an itu ternyata harus ditunggu lama. Karenamenjelang akhir tahun 1990-an, jalan Reo-Serise-Luwuk dan Reo-SatarTeu-Lengko Lolok baru dibuka sampai di tengah kampung. Ketika itu tahun1996, PT Arumbai Mangabekti yang bermitra dengan PT Istindo Mitra Perdana(PT IMP) -selaku pemegang resmi ijin kuasa pertambangan (KP)- mulaiberoperasi dan merintis jalan hingga ke kampung Lengko Lolok dan Luwuk.Sejak itu warga kampung menikati dan merasakan akses ke pasar Reo. Kalaudulu, masyarakat pergi berbelanja atau menjual hasil pertanian denganberjalan kaki seharian serta memikul puluhan kilogram barang belanjaan diatas pundak, kini mereka bisa menggunakan jasa ojek atau angkutan umum.Hanya saja, tidak semua harapan tempo dulu itu terwujud. Harapan akanterserapnya ribuan tenaga kerja masih sebuah mimpi. Dari data yangdiperoleh Tombokilo, saat ini PT Arumbai hanya mempekerjakan sebanyak 167karyawan. Jumlah karyawan harian dan borongan sebanyak 89 orang dankaryawan tetap sebanyak 78 orang. Karyawan tetap lokal sebanyak 65 orangdan karyawan tetap pendantang sebanyak 13 orang.Tentu saja hasil positif yang dicapai perusahaan pertambangan ini tidaksebanding dengan dampak yang jauh lebih ruwet dan buruk. Kehadiranperusahaan tambang telah mengubah secara drastis ekosistem, tatanansosio-budaya dan ekonomi warga sekitarnya. Pembukaan tambang mangan, jelasmengusik kenyamanan, ekosistem dan ordo sosio-budaya setempat.Pada tataran ekosistem, pembukaan tambang mangan telah mengubah bentanganalam dan karena itu seluruh sistem kehidupan yang ada di dalamnya ikutberubah. Tengok saja proses kerja yang terjadi mulai dari lokasipenggalian di hulu Serise dan sejumlah lokasi lain hingga tempatpenampungan di Serise.Sepanjang hari, raungan buldozer, iringan truk-truk berdaya angkut 15 tonmenggelegar memecah keheningan surga satwa. Getaran keras disertai debuberhamburan ke udara dan diterbangkan angin. Pohon dan rumput di tepijalan di mana truk angkut lewat berlumuran debu hitam-pekat hingga 10meter dari badan jalan.Di lokasi penambangan pun demikian, debu hitam pekat batu manganmembumbung mencapai dua-tiga kilometer dari lokasi operasi tambang.Kondisi itu mengusik kenyamanan para penghuni hutan. Belum lagi semburandan ledakan yang ditimbulkan oleh dinamit pemecah batu jenis TNT. Dentumanledakan bisa kedengaran hingga belasan kilometer jauhnya.Akibatnya terjadi perubahan ekosistem besar-besaran. Dulu lokasi inimerupakan surga bagi berbagai jenis makhluk hidup. Ada aneka jenisserangga berkeriap di hutan gelap, beragam jenis burung, ada rusa, babihutan, kera, ular, dan lebah. Menurut kesaksian warga, aneka jenis satwaitu sudah tidak ditemukan lagi. Entahkah para satwa malang itu sudahpindah atau mungkin sudah punah.Dari sisi lingkungan, telah terjadi penggundulan besar-besaran. Dibeberapa lokasi bekas penambangan sebelumnya, tampak lubang galianmenganga. Jika musim hujan tiba, bekas galian itu digenangi air sehinggamenyerupai danau. Dan jika pada musim kemarau bukit-bukit gundul berlubangdan gersang itu menjadi sumber debu bagi daerah sekitarnya. Ini tentusangat berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan masyarakat yang berada disekitarnya.Tidak hanya satwa dan lingkungan yang terganggu. Tatanan kultur danekonomi masyarakat Lengko Lolok, Luwuk dan Serise kebagian kutukan nerakabukit mangan. Ihwalnya, PT Isitindo yang beralamat di Jl. Boulevard BaratRaya 22, Kelapa Gading, Jakarta Utara ini, mengantongi tiga ijin kuasapertambangan (KP) yaitu ijin KP No 1546.K/2014/DJP/1997 tanggal 22Septermber 1997 untuk beroperasi di lokasi dengan kode 96PP208 seluas 73,8hektar yang berlaku 14 Mei 1997-14 Mei 2008.Lokasi lainnya, pada kawasan dengan kode 97PP0247 luas 59,6 hektarberdasarakan keputusan Dirjen Pertambangan Umum No 496.K/24.04/DJP/1999tanggal 23 Agustus 1999 yang berlaku dari 14 Mei 1997 -14 Mei 2006. Danterakhir, kuasa pertambangan pada lokasi berkode 96PP0414 seluas 1.307hektar berdasarkan keputusan Dirjen Pertambangan Umum No494.K/24.02/DJP/1999 23 Agustus 1999 dan berlaku dari 6 November 1996-6November 2017 nanti. Jadi di atas kawasan hektar itu, PT Istindo akantetap beroperasi hingga tahun 2017.Sebagian besar lokasi KP seluas total 1440,4 hektar itu berada di tanahmasyarakat adat Lengko Lolok. Tercatat sebanyak empat lingko milikmasyarakat adat Lengko Lolok masuk dalam kuasa pertmbangan mangan seperti,Lingko Watu lanci, Lingko Nekes, Lingko Bohor Wani dan Lingko Satar Neni.Masyarakat sebenarnya sudah menyadari dampak dari kehadiran perusahaantambang itu. Mereka sadar betul bahwa masa depan tatanan masyarkat adattidak bergantung pada pertambangan. Pertambangan beroperasi hanyasebenatar. Sedangkan masyaraakt dan seluruh ordo sosio-kultur tidaksementara. Mereka masih tergantung sepenuhnya pada tanah atau lingko yangmenjadi sumber hidup. Karena itu, melalui pernyataan tertulis tertanggal 9November 1998, mereka mendesak pemerintah agar segera menghentikankegiatan pertambangan yang beroperasi di atas tanah ulayat, sumberkehidupan mereka.Celakanya, aparatur pmerintah –mulai dari desa hingga kabupaten- tidakmemihak warga yang empunya tanah. Lebih menyedihkan lagi ketika prosesnegosiasi berjalan tidak wajar. Selain melalui cara intimidasi oleh pihakmiliter, perusahaan juga menerapkan politik pecah belah warga. Warga terbelah menjadi dua, antara yang pro pertambangan dan yang kontra.Semangat komunal –yang menjadi kekhasan komunitas adat- hancur. “Pihakperusahaan sengaja memecah belah keutuhan kolektif dan merampas hak kami,”keluh Bonefasius, salah seorang tokoh adat Lengko Lolok.Warga masyarakat kampung Luwuk juga kebagian kutukan serupa. Sawah wargaLuwuk mengalami rusak berat akibat tertimbun batu dan lumpur hitam darilokasi tambang di Bohor Wani, yang jaraknya sekitar lima kilometer.Sawah-sawah itu tidak dapat digunakan karena debit air semakin kecil. Padahal, sebelum pertambagan masuk, debet air cukup melimpah untukmengairi sawah.***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
menurut saya.artikel diatas terlalu dibesar-besarkan dan didramatisir dengan bumbu2 yang tidak perlu,sehingga menciptakan persepsi pembaca yang salah.sebaiknya penulis artikel lebih arif dalam menulis dan melakukan riset lebih mendalam tentang apa yg seharusnya terjadi di tempat,tidak berdasarkan 'katanya' tetapi re-confirm dgn pihak terkait, contoh: masyarakat,dinas terkait,pendapatan daerah,perusahaan yg bersangkutan.karena saya melihat faktual yg jauh berbeda dgn apa yg diceritakan diatas.bagaimana masyarakat hari ini sngt terbantu dgn kehadiran perusahaan tersebut.demikian juga dengan adat dan kehidupan agama di kampung tersebut.terbukti dengan dibangunya bangunan gereja dan rumah adat oleh pihak perusahaan.
jadi hendaknya penulis bisa lebih arif dalam menulis dan memberikan informasi lebih akurat.terima kasih
c.utama@yahoo.com
menurut saya.artikel diatas terlalu dibesar-besarkan dan didramatisir dengan bumbu2 yang tidak perlu,sehingga menciptakan persepsi pembaca yang salah.sebaiknya penulis artikel lebih arif dalam menulis dan melakukan riset lebih mendalam tentang apa yg seharusnya terjadi di tempat,tidak berdasarkan 'katanya' tetapi re-confirm dgn pihak terkait, contoh: masyarakat,dinas terkait,pendapatan daerah,perusahaan yg bersangkutan.karena saya melihat faktual yg jauh berbeda dgn apa yg diceritakan diatas.bagaimana masyarakat hari ini sngt terbantu dgn kehadiran perusahaan tersebut.demikian juga dengan adat dan kehidupan agama di kampung tersebut.terbukti dengan dibangunya bangunan gereja dan rumah adat oleh pihak perusahaan.
jadi hendaknya penulis bisa lebih arif dalam menulis dan memberikan informasi lebih akurat.terima kasih
c.utama@yahoo.com
Posting Komentar